Adalah suatu penyakit infeksi toksik
akut yang sangat menular, disebabkan oleh Corynebacterium
diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada
kulit dan/atau mukosa.
PATOGENESIS:
(Arief Mansjoer, 1990)
ETIOLOGI:
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium
diphtheriae. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah yang
berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri.
Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan
peradangan.Beberapa jenis bakteri
ini menghasilkan toksin
yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak.
(Wiwiek Setiowulan, 1990)
PATOGENESIS:
Kuman masuk melalui mukosa/kulit,
melekat serta berbiak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan
mulai memproduksi toksin yang
merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh
melalui pembuluh limfe dan darah.
(Brenda G. Bare, 1997)
MANIFESTASI
KLINIS:
Tergantung pada berbagai
faktor, maka manifestasi penyakit ini bisa
bervariasi dari tanpa gejala sampai
suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer
adalah imunitas penderita terhadap toksin diphtheria, virulensi serta
toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin) Corynebacterium diphtheriae, dan
lokasi penyakit secara anatomis. Faktor-faktor lain termasuk
umur, penyakit sistemik penyerta dan penyakit-penyakit
pada daerah nasofaring yang sudah ada
sebelumnya. Masa tunas 2-6 hari. Penderita
pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita keluhan
sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala
lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria.
- Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi. - Diphtheria Tonsil-Faring.
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea. - Diphtheria Laring.
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas. - Diphtheria Kulit, Konjungtiva,
Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.
KOMPLIKASI:
Racun difteri bisa menyebabkan
kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ lainnya:
v Miokarditis bisa menyebabkan
gagal jantung.
v Kelumpuhan saraf atau
neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan gejala
lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu).
v Kerusakan saraf yang berat
bisa menyebabkan kelumpuhan.
v Kerusakan ginjal (nefritis).
DIAGNOSIS:
Diagnosis pasti dengan isolasi
Corynebacterium diphtheriae dengan pembiakan pada media Loeffler dilanjutkan
dengan tes toksinogenesitas secara vivo (marmut) dan vitro (tes Elek).
PENGOBATAN:
Tujuan mengobati penderita
diphtheria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah
dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi
Corynebacterium diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati
infeksi penyerta dan penyulit diphtheria.
- U m u m :
Istirahat mutlak selama kurang lebih 2 minggu, pemberian cairan serta diit yang adekuat. Khusus pada diphtheria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan nebulizer.
Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang progresif hal-hal tersebut merupakan indikasi tindakan trakeostomi. - K h u s u s :
1).Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)
Dosis serum anti diphtheria ditentukan secara empiris berdasarkan berat penyakit, tidak tergantung pada berat badan penderita, dan berkisar antara 20.000-120.000 KI.
2).Antimikrobial
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi bisa diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari.
3).Kortikosteroid
kortikosteroid diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.
4).Pengobatan penyulit
Pengobatan terutama ditujukan terhadap menjaga agar hemodinamika penderita tetap baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin pada umumnya reversibel.
5).Pengobatan Carrier
Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai reaksi Schick negatif tetapi mengandung basil diphtheria dalam nasofaringnya.
Pengobatan yang dapat diberikan adalah penisilin oral atau suntikan, atau eritromisin selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi/adenoidektomi.
PENCEGAHAN:
a)Umum:
a)Umum:
Kebersihan dan pengetahuan tentang
bahaya penyakit ini bagi anak-anak. Pada umumnya setelah
menderita penyakit diphtheria kekebalan penderita terhadap
penyakit ini sangat rendah sehingga perlu imunisasi.
b)Khusus
Terdiri dari imunisasi DPT dan
pengobatan carrier.
Diagnosa Keperawatan
- Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas.
- Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen
- Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit ( metabolisme meningkat, intake cairan menurun)
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang.
Perencanaan
- Anak akan menunjukkan tanda-tanda jalan nafas efektif
- Penyebarluasan infeksi tidak terjadi
- Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi
- Anak akan mempertahankan keseimbangan cairan.
Implementasi
•
Meningkatkan jalan nafas efektif
•
Perluasan infeksi tidak terjadi
•
Kekurangan volume cairan tidak terjadi
•
Meningkatkan kebutuhan nutrisi
0 komentar:
Posting Komentar