Blogroll

Kamis, 03 Januari 2013

Defteri

Adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang sangat menular, disebabkan oleh  Corynebacterium  diphtheriae  dengan   ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan/atau mukosa.
(Arief Mansjoer, 1990)
ETIOLOGI:
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut http://www.peutuah.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gifatau tenggorokan dan menyebabkan peradangan.Beberapa jenis bakteri ini menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak.
(Wiwiek Setiowulan, 1990)

PATOGENESIS:
Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak  pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai  memproduksi  toksin yang merembes ke sekeliling  serta  selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan  darah.
(Brenda G. Bare, 1997)
MANIFESTASI KLINIS:
Tergantung  pada berbagai faktor, maka  manifestasi  penyakit ini   bisa   bervariasi  dari  tanpa  gejala   sampai   suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita terhadap toksin  diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin) Corynebacterium diphtheriae, dan lokasi penyakit secara anatomis.  Faktor-faktor  lain  termasuk umur, penyakit sistemik  penyerta  dan penyakit-penyakit  pada  daerah  nasofaring  yang  sudah  ada sebelumnya.  Masa  tunas  2-6 hari.  Penderita  pada  umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik. Demam  jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala  lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria.
  • Diphtheria Hidung
    Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan  tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen  mengadakan lecet  pada  nares dan bibir atas.  Pada  pemeriksaan  tampak membran putih pada daerah septum nasi.
  • Diphtheria Tonsil-Faring.
    Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2  hari timbul membran yang melekat, berwarna  putih-kelabu dapat  menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula  dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
  • Diphtheria Laring.
    Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.
  • Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
    Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan,  edema   dan  membran pada  konjungtiva  palpebra.  Pada telinga  berupa  otitis eksterna dengan  sekret  purulen  dan berbau.
KOMPLIKASI:
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ lainnya:
v  Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung.
v  Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu).
v  Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan.
v  Kerusakan ginjal (nefritis).
DIAGNOSIS:
Diagnosis pasti dengan isolasi Corynebacterium diphtheriae dengan pembiakan pada media Loeffler dilanjutkan dengan tes  toksinogenesitas secara vivo (marmut) dan vitro (tes Elek).
PENGOBATAN:
Tujuan mengobati penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi Corynebacterium diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati  infeksi penyerta dan penyulit diphtheria.
  • U m u m :
    Istirahat  mutlak  selama kurang lebih  2  minggu,  pemberian cairan serta diit yang adekuat. Khusus pada diphtheria laring dijaga  agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban  udara dengan menggunakan nebulizer.
    Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang progresif hal-hal tersebut merupakan indikasi tindakan trakeostomi.
  • K h u s u s :
    1).Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)
    Dosis serum anti diphtheria ditentukan secara empiris  berdasarkan  berat  penyakit, tidak tergantung  pada  berat  badan penderita, dan berkisar antara 20.000-120.000 KI.
    2).Antimikrobial
    Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari  selama  7-10  hari, bila  alergi  bisa  diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari.
    3).Kortikosteroid
    kortikosteroid  diberikan  kepada  penderita  dengan   gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dan bila terdapat  penyulit miokardiopati toksik.
    4).Pengobatan penyulit
    Pengobatan terutama ditujukan terhadap menjaga agar hemodinamika penderita tetap baik oleh karena penyulit yang  disebabkan oleh toksin pada umumnya reversibel.
    5).Pengobatan Carrier
    Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai reaksi Schick negatif tetapi mengandung basil  diphtheria dalam nasofaringnya.
    Pengobatan yang dapat diberikan adalah penisilin oral  atau suntikan, atau eritromisin selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi/adenoidektomi.
PENCEGAHAN:
a)Umum:
Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit  ini  bagi anak-anak. Pada umumnya setelah menderita  penyakit  diphtheria  kekebalan penderita terhadap penyakit ini sangat  rendah sehingga perlu imunisasi.
b)Khusus
Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.
Diagnosa Keperawatan
  1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas.
  2. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen
  3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit ( metabolisme meningkat, intake cairan menurun)
  4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang.
Perencanaan
  1. Anak akan menunjukkan tanda-tanda jalan nafas efektif
  2. Penyebarluasan infeksi tidak terjadi
  3. Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi
  4. Anak akan mempertahankan keseimbangan cairan.


Implementasi
•         Meningkatkan jalan nafas efektif
•         Perluasan infeksi tidak terjadi
•         Kekurangan volume cairan tidak terjadi
•         Meningkatkan kebutuhan nutrisi

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes