Febris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus halus
yang menyerang saluran pencernaan disebabkan oleh kuman salmonella
typhi dari terkontaminasinya air / makanan yang biasa menyebabkan
enteritis akut disertai gangguan kesadaran (Suriadi dan Yuliani, R., 2001).
Demam typhoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi yang ditandai dengan malaise (Corwin, 2000).
Demam typhoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi yang ditandai dengan malaise (Corwin, 2000).
B. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2005)
Penyebab utama dari penyakit ini adalah kumanSalmonella typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis.
Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O,antigen somatik yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida,antigen Vi (kapsul) yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H (flagella). Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan tiga macam antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000).
Menurut Ngastiyah (2005)
Penyebab utama dari penyakit ini adalah kumanSalmonella typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis.
Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O,antigen somatik yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida,antigen Vi (kapsul) yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H (flagella). Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan tiga macam antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000).
C.
Patofisiologi
Corwin (2000)
Mengemukakan bahwa kuman salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque pleyeri di liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke dalam lamina profia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami hipertropi.
Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui duktus toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari sistem retikulo endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam typhoid disebabkan oleh endotoksemia, tetapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan dalam patogenesis demam typhoid, karena membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan septi pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Corwin (2000)
Mengemukakan bahwa kuman salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque pleyeri di liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke dalam lamina profia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami hipertropi.
Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui duktus toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari sistem retikulo endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam typhoid disebabkan oleh endotoksemia, tetapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan dalam patogenesis demam typhoid, karena membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan septi pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
E. Manifestasi
Klinik
Menurut Corwin (2000),
Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat, yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :
Menurut Corwin (2000),
Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat, yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :
§
Minggu
pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan
denyut nadi 80-100 per menit.
§
Minggu
kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak
kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat
diraba.
§
Minggu
ketiga,
§
Jika keadaan
membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang.
§
Jika keadaan
memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus,
terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan
timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian
kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial
toksik.
§
Minggu
keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun
pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis
vena femoralis.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Corwin (2000)
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid antara lain :
Menurut Corwin (2000)
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid antara lain :
§
Pemeriksaan
Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi berguna untuk febris typhoid.
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi berguna untuk febris typhoid.
§
Pemeriksaan
SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
§
Kenaikan
Darah
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
§
Tekhnik
pemeriksaan laboratorium.
§
Saat
pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
§
Laksinasi di
masa lampau.
§
Pengobatan
dengan obat anti mikroba.
§
Uji Widal
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap saluran monolle typhi dalam serum pasien dengan febris typhoid juga pada orang yang pernah terkena salmonella typhi dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita febris typhoid. Hasil pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai ≥ 1/200 atau peningkatan ≥ 4 kali antara masa akut dan konvalesens mengarah pada demam typhoid, meskipun dapat terjadi positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella.
Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling spesifik.Kultur darah dan sum-sum tulang positif pada minggu pertama dan kedua, sedang minggu ketiga dan keempat kultur tinja dan kultur urin positif (Wong, 2003).
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap saluran monolle typhi dalam serum pasien dengan febris typhoid juga pada orang yang pernah terkena salmonella typhi dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita febris typhoid. Hasil pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai ≥ 1/200 atau peningkatan ≥ 4 kali antara masa akut dan konvalesens mengarah pada demam typhoid, meskipun dapat terjadi positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella.
Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling spesifik.Kultur darah dan sum-sum tulang positif pada minggu pertama dan kedua, sedang minggu ketiga dan keempat kultur tinja dan kultur urin positif (Wong, 2003).
G. Penatalaksanaan
(Soedarto, 2007)
1. Secara Fisik
a. Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap
4-6 jam.
Perhatikan apakah anak tidur gelisah,
sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula
apakah mata anak cenderung melirik ke atas
atau apakah anak mengalami kejang-kejang.
Demam yang disertai kejang yang terlalu
lama akan berbahaya bagi perkembangan otak,
karena oksigen tidak mampu mencapai otak.
Terputusnya suplai oksigen ke otak akan
berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam
keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi
berupa rusaknya fungsi intelektual
tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke
otak yang akan
berakibat rusaknya sel – sel
otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak –banyaknya
Minuman yang diberikan dapat
berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah
atau air teh. Tujuannnya adalah
agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan
suhu tubuh dipermukaan tubuh
anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat
terjadi karena panas tubuh
digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan
menggunakan air es karena justru
akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas
tidak dapat keluar. Menggunakan
alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi
(keracunan).
h. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam
kuku.
Kompres air hangat atau
suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan
menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup
panas. Dengan demikian tubuh akan
menurunkan kontrol pengatur suhu
di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh
lagi. Di samping itu lingkungan
luar yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi di
kulit melebar atau mengalami
vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka
sehingga akan mempermudah
pengeluaran panas dari tubuh.
2. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara
sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus.
Antipiretik berguna untuk
mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat
enzim cyclooxygenase sehinga set
point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal
yang mana diperintah memproduksi
panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran
panas tidak ada lagi.
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini tidak menular ke orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus dihindari, jadi harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus menjalani upaya penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid adalah antibiotika golonganChloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari; pada anak dosisnya adalah 50-100 mg/kg berat badan/hari. Jika hasilnya kurang memuaskan dapat memberikan obat seperti :
§
Tiamfenikol, dosis dewasa
3 x 500 mg/hari, dosis anak: 30-50 mg/kg berat badan/hari.
§
Ampisilin, dosis dewasa
4 x 500 mg, dosis anak 4 x 500-100 mg/kg berat badan/hari.
§
Kotrimoksasol
( sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg ) diberikan dengan dosis 2 x 2
tablet/hari.
Dan untuk pencegahan agar tidak terjangkit penyakit febris typoid perlu memperhatikan beberpa hal sebagai berikut :
§
Harus
menyediakan air yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang
higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air
yang sudah tercemar. Apabila menggunakan air yang harus dimasak terlebih dahulu
maka dimasaknya harus 1000C.
§
Menjaga
kebersihan tempat pembuangan sampah.
§
Upayakan
tinja dibuang pada tempatnya dan jangan pernah membuangnya secara sembarangan
sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi.
§
Bila di
rumah banyak lalat, basmilah hingga tuntas.
§
Daya tahan
tubuh juga harus ditingkatkan ( gizi yang cukup, tidur cukup dan teratur, olah
raga secara teratur 3-4 kali seminggu). Hindarilah makanan yang tidak bersih.
Belilah makanan yang masih panas sehingga menjamin kebersihannya. Jangan banyak
jajan makanan/minuman di luar rumah.
H. Komplikasi
Menurut Corwin (2000)
·
Takikardi
·
Insufisiensi
jantung
·
Insufisiensi
pulmonal
·
Kejang demam
I. Konsep
Asuhan Keperawatan
Menurut Doenges (2002)
a.
Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan
febris typhoid adalah :
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala yang
ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain kelemahan, malaise, kelelahan,
merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia.
2) Sirkulasi
Tanda
takikardi,
kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor,
turgor
buruk,
kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada pasien febris typhoid.
3) Integritas ego
Gejala
seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak
dan depresi juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien.
4) Eliminasi
Pengkajian
eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak sampai
bau atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda
menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik dan ada haemoroid.
5) Makanan
dan cairan
Pasien akan
mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan tidak toleran
terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa penurunan lemak sub kutan,
kelemahan hingga inflamasi rongga mulut.
6) Hygiene
Pasien akan
mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri dan bau badan.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri tekan
pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik nyeri yang dapat
berpindah.
8) Keamanan
Pasien
mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan suhu tubuh
dengan kemungkinan muncul lesi kulit.
J. Diagnosa Keperawatan
Doenges (2002)
1.
Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi.
2. Resiko
kurang volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang.
3. Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuan tubuh berhubungan dengan
nafsu makan yang menurun.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi
penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis
berhubungan dengan kurang
informasi atau informasi yang tidak adekuat.
K. Intervensi Keperawatan
Doenges (2002)
Diagnosa
Keperawatan 1 : Hypertermi berhubungan dengan proses
infeksi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan menujukan
temperatur dalan batas
normal
Kriteria
hasil :
1. Bebas dari kedinginan
2. Suhu tubuh stabil 36-37 C
Intervensi :
1) Monitor
suhu tubuh minimal tiap 2 jam.
Rasional: Mengetahui perubahan suhu, suhu
38,9-41,1C menunjukkan proses inflamasi.
2) Jelaskan
upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien/ keluarga dalam melaksanakan
upaya
tersebut, seperti: dengan memberikan kompres dingin pada daerah frontal, lipat
paha
dan
aksila, selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, tingkatkan
intake
cairan dengan perbanyak minum.
Rasional: Membantu mengurangi demam.
3) Observasi
tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Respirasi) setiap 2-3 jam.
Rasional: Tanda-tanda vital dapat
memberikan gambaran keadaan umum klien.
4) Monitor
penurunan tingkat kesadaran.
Rasional: Menentukan intervensi selanjutnya
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
5) Anjurkan
keluarga untuk membatasi aktivitas klien.
Rasional: Untuk mempercepat proses
penyembuhan.
6)
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat antipiretik dan antibiotik.
Rasional: Obat antiperitik untuk menurunkan
panas dan antibiotik mengobati infeksi basil
salmonella typhi.
Diagnosa
keperawatan 2 : Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan
intake yang kurang dan deperosis
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan volume
cairan
adekuat
Kriteria
hasil :
1. tanda vital dalam batas normal
2. nadi perifer teraba kuat
3. haluran urine adekuat
4. tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi :
1) Monitor
status hidrasi (kelembaban membran mukosa, turgor kulit, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik) jika diperlukan.
Rasional: Perubahan status hidrasi, membran
mukosa, turgor kulit menggambarkan berat
ringannya kekurangan cairan.
2) Monitor
tanda-tanda vital
Rasional: Perubahan tanda vital dapat
menggambarkan keadaan umum klien.
3) Monitor
masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian.
Rasional: Memberikan pedoman untuk
menggantikan cairan.
4) Dorong
keluarga untuk membantu pasien makan.
Rasional: Keluarga sebagai pendorong
pemenuhan kebutuhan cairan klien.
5)
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian cairan IV.
Rasional: Pemberian cairan IV untuk
memenuhi kebutuhan cairan.
Diagnosa
Keperawatan 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output
yang berlebihan akibat diare.
Intervensi:
1) Monitor
jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
Rasional: Mengetahui penyebab pemasukan
yang kurang sehingga dapat menentukan intervensi yang sesuai dan efektif.
2) Monitor
adanya penurunan berat badan.
Rasional: Kebersihan nutrisi dapat
diketahui melalui peningkatan berat badan 500
gr/minggu.
3) Monitor
lingkungan selama makan.
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat
menurunkan stress dan lebih kondusif untuk
makan.
4) Monitor
mual dan muntah.
Rasional: Mual dan muntah mempengaruhi
pemenuhan nutrisi.
5) Libatkan
keluarga dalam kebutuhan nutrisi klien.
Rasional: Meningkatkan peran serta keluarga
dalam pemenuhan nutrisi untuk mempercepat
proses penyembuhan.
6) Anjurkan
pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.
Rasional: Protein dan vitamin C dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi.
7) Berikan
makanan yang terpilih.
Rasional: Untuk membantu proses dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi.
8) Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
Rasional: Membantu dalam proses penyembuhan.
Diagnosa
Keperawatan 4: Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan
pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi
yang tidak adekuat.
Intervensi:
1) Kaji
sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya.
Rasional:
Mengetahui pengetahuan ibu tentang penyakit demam typoid.
2) Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien.
Rasional:
Agar ibu klien mengetahui tentang penyakit demam typoid, penyebab, tanda dan
gejala, serta perawatan dan pengobatan penyakit demam typoid.
3) Beri
kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti.
Rasional:
Supaya keluarga lebih memahami tentang penyakit tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar